Langsung ke konten utama

Sebuah Kritikan untuk Sistem Pendidikan di Indonesia

Sebuah Kritikan untuk Sistem Pendidikan di Indonesia
Oleh Zulfadhly Sanusi (PD IPM Maros)
Essai Follow Up PKTM III IPM Sulsel


Pelajar tidak bisa dipisahkan yang namanya suatu sistem pendidikan, karena sejatinya pelajar itu adalah seseorang yang sedang menuntut ilmu baik itu secara formal maupun non-formal. Adapun pelajar terbagi menjadi 2 berdasarkan jenjang pendidikannya, yaitu siswa dan mahasiswa. Siswa istilah bagi peserta didik pada jenjang pendidikan menengah pertama dan menengah atas dan mahasiswa merupakan istilah bagi peserta didik pada jenjang pendidikan tinggi yaitu perguruan tinggi ataupun sekolah tinggi.


Pelajar adalah harapan oleh siapapun yang akan membangun kepemimpinan masa depan. Merekalah yang ada dibalik revolusi peradaban. Darinya kita sandarkan harapan – harapan kehidupan yang lebih menjanjikan. Padanya kita titpkan tongkat estafet perjuangan, pelajar sangat identik dengan kosa-kata pergerakan dan dari pergerakan lahirlah revolusi. Maka kesalahan yang tak termaafkan, bila kita mulai pura-pura tak melihat., tak mendengar, dan tak peduli terhadap realitas pelajar hari ini, karena segala pengalaman, wawasan, kesejahteraan, kesenjangan, penderitaan, pembodohan, dan kebahagiaan yang mereka lalui sekarang, menentukan arah kehidupan seperti apa yang akan kita alami nantinya.

Sampai hari ini pelajar masih menjadi kelompok bisu, bahkan dibeberapa kesempatan terkadang pelajar menjadi komunitas yang sangat meresahkan. Pelajar belum memiliki posisi tawar yang cukup memadai untuk menggambar kehidupan mereka sendiri. Mereka masih sangat terpinggirkan secara sosial, ekonomi, maupun politik. Mereka dieksploitasi, dijual karena keserakahan para pemangku kebijakan, mereka terabaikan karena keluguan dan ketakberdayaan mereka. Mereka menjadi generasi yang frustasi dan bermasalah karena adanya konstribusi signifikan dari sistem, sistem dan kultur yang membuat mereka menjadi seperti sekarang.

Seperti pada awal bacaan ini saya katakan bahwa pelajar tidak bisa terlepas dan bahkan erat kaitannya dengan pendidikan, yang seharusnya pendidikan itu bersifat memotifasi dan mendorong kreatifitas teman-teman pelajar untuk mampu mengekspresikan dirinya secara positif sehingga dia betul-betul mampu untuk menjadi sang penerus generasi. Akan tetapi pendidikan yang ada khususnya di Indonesia justru malah bertindak sebaliknya pendidikan yang saat ini yang dirasakan oleh pelajar adalah bagaikan sebuah penjara dan menjadi sebuah kosa-kata yang paling tidak mengenakkan di telinga para kaum pelajar. Sehingga motifasi dan dorongan para kaum pelajar itu semakin berkurang dan mengakibatkan kreatifitas mereka tidak mampu mereka kembangkan, tetapi malah sebaliknya yang terjadi karena suatu sistem pendidikan yang buruk kreatifitas mereka berbuah menjadi sebuah kenakalan yang biasa kita sebut dengan kenakalan remaja. Padahal seharusnya pelajar ini harus segera menyiapkan dirinya untuk menjadi penerus bangsa yang akan menggantikan estafet kepemimpinan kedepannya. Ada beberapa hal yang perlu kita tinjau ulang terkait dengan pendidikan yang ada di Indonesia yaitu Ujian Nasional (UN).

Ketika mendengar Ujian Nasional (UN) kita langsung membayangkan masa-masa sulit ketika di penghujung sekolah baik di kalangan SMP maupun di SMA. Bahkan begitu menakukannya momen yang disebut UN banyak pelajar-pelajar yang menyibukkan dirinya dengan belajar ekstra, les tambahan, bahkan membeli dan mempelajari setumpuk buku sampai-sampai kesehatan dan kewajibannya sebagai anak dan pelajar ditinggalkannya hanya untuk menghadapi sebuah momen yang sangat menakutkan bagi mereka.

Permasalahannya pun tidak sampai disitu, selain para pelajar mengalami kondisi gangguan psikologis orang tua pun turut merasa khawatir akan apa yang dihadapi dan diderita oleh anak-anaknya. Apalagi jika pada saat pengumuman terdapat banyak pelajar-pelajar yang gagal dalam menghadapi UN dalam hal ini tidak lulus, maka banyak pelajar yang merasa putus asa bahkan sampai nekat untuk bunuh diri. Terlebih lagi dampaknya kepada orang tua, para orang tua harus menanggung malu atas penderitaan yang dihadapi oleh anaknya dan para pihak sekolah pun reputasinya akan menurun atas peristiwa tersebut karena telah dianggap gagal untuk mendidik siswa-siswanya.

Karena pandangan saya UN bukanlah solusi yang baik untuk menentukan tingkat kelulusan peserta didik melainkan hanya adanya unsur “kepentingan” yang ada di dalamnya. Saya akan membahas satu persatu mengapa saya tmengatakan kenapa UN itu terdapat yang namanya unsur kepentingan.

Terlalu rumit. UN ini sangat rumit untuk dilaksanakan, mengapa ? bisa kita lihat sendiri sebelum mengerjakan soal-soal Ujian kita di haruskan mengisi identitas dengan cara menghitamkan lingkaran dengan rapi, tidak boleh kurang ataupun lewat dari garis lingkaran, itu memakan waktu yang cukup lama. Ujian ini untuk apa ? untuk mengulang pelajaran yang telah di pelajari atau untuk mengisi identitas ?

Mengisi identitas membutuhkan waktu lama, belum lagi jika nama peserta Ujian Nasional yang sangat panjang, akan menghabiskan banyak waktu, menurut saya Ujian sekolah lebih baik dilaksanakan untuk menentukan kelulusan para peserta didik.

Mau ujian atau berperang ? pengamanan yang begitu ketat pada saat Ujian Nasional berlangsung memang bisa kita lihat setiap tahun, bisa kita lihat di setiap sekolah di jaga oleh TNI atau POLISI. Ini membuat mental para siswa bakal down, mengapa ? karena ada beberapa siswa yang sangat takut dengan TNI atau POLISI dan itu membuat sisi psikologis mereka terganggu karena rasa takut itu. Selain itu, saya rasa sangat berlebihan karena sebenarnya yang kita awasi saat UN itu pelajar atau teroris ?

Tidak adil, karena seperti yang kita ketahui bahwa kondisi peserta didik di tiap daerah itu berbeda-beda apalagi yang tinggal di perkotaan dengan di pelosok desa. Saya yakin tingkat kualitas pemahaman mereka berbeda dan juga tingkat SDM di daerah tersebut. Tapi mengapa pada saat UN soal yang mereka dapatkan hampir sama tingkat kesulitan yang tinggal di perkotaan dan yang tinggal di pelosok desa ? padahal belum tentu soal yang mereka dapatkan itu telah diajarkan kepada gurunya, sedangkan gurunya yang lebih mengetahui atas kondisi peserta didiknya masing-masing.

Maka dari itu UN tidak bisa dikatakan sebagai penentu kelulusan. Dan jika UN tidak bisa dihapuskan itu lebih baik jika UN itu dijadikan sebagai batas sampai dimanakah kemampuan para peserta didik di setiap masing-masing daerah, dan tidak sampai disitu saja kita juga harus memperhatikan dan memberikan SDM yang baik dan berkualitas kepada daerah yang kita ketahui tingkat nilai UN peserta didik tersebut itu tergolong dalam kategori rendah bukan justru sebaliknya, seperti yang kita lihat sekarang ini sekolah-sekolah yang ada di perkotaan yang diberikan SDM yang berkualitas.

Selain ujian nasional, ada juga beberapa sistem pendidikan di Indonesia ini yang sangat merugikan pelajar dan juga dapat membatasi kreatifitas para pelajar yaitu tekhnik pengajaran yang terlalu monoton para siswa dipaksa untuk menguasai seluruh bidang studi yang telah disepakati. Padahal kita semua telah mengetahui setiap orang mempunyai bakat yang berbeda-beda. Karena suatu sistem yang sangat memaksa tersebut sehingga bakat dan kreatifitas pelajar itu akan terkurung karena tidak pernah digali sejak dini sehingga kulitas pelajar yang ada di Indonesia dan di negara maju lainnya itu mempunyai perbedaan yang sangat besar. Itulah akibatnya jika suatu sistem pendidikan ini masih terdapat unsur kepentingan didalamnya dan selama sistem pendidikan yang ada di Indonesia ini masih terdapat unsur kepentingan didalamnya maka saya yakin generasi penerus ini tidak akan pernah menang dalam persaingan ilmu pengetahuan dan teknologi jika dibandingkan dengan negara-negara maju lainnya.

Berdasarkan artikel yang diterbitkan 27 November 2012 pada website BBC, Sistem pendidikan Indonesia menempati peringkat terendah di dunia menurut tabel liga global yang diterbitkan oleh firma pendidikan Pearson. Ranking ini memadukan hasil tes internasional dan data seperti tingkat kelulusan antara 2006 dan 2010. Indonesia berada di posisi terbawah bersama Meksiko dan Brasil. Dua kekuatan utama pendidikan, yaitu Finlandia dan Korea Selatan, diikuti kemudian oleh tiga negara di Asia, yaitu Hong Kong, Jepang dan Singapura.

Perbandingan internasional dalam dunia pendidikan telah menjadi semakin penting dan tabel liga terbaru ini berdasarkan pada serangkaian hasil tes global yang dikombinasikan dengan ukuran sistem pendidikan seperti jumlah orang yang dapat mengenyam pendidikan tingkat universitas.

Melihat dari sistem pendidikan yang berhasil, studi itu menyimpulkan bahwa mengeluarkan biaya adalah hal penting namun tidak sepenting memiliki budaya yang mendukung pendidikan. Studi itu mengatakan biaya adalah ukuran yang mudah tetapi yang lebih kompleks dampak yang lebih kompleks adalah perilaku masyarakat terhadap pendidikan, hal itu dapat membuat perbedaan besar. Sir Michael Barber, penasihat pendidikan utama Pearson, mengatakan negara-negara yang berhasil adalah yang memberikan status tinggi pada guru dan memiliki“budaya”pendidikan.

Lalu apa yang salah??

Manajemen sistem pendidikan tak ubahnya dengan manajemen proyek secara umum, yang terdiri atas sub-sub bagian seperti manajemen SDM, waktu, biaya, resiko, dan lain sebagainya yang saling berkaitan. Berikut beberapa catatan yang perlu dicermati terkait dengan sistem pendidikan Indonesia saat ini:

- Pendanaan. Anggaran untuk pendidikan di Indonesia memang terus ditingkatkan, akan tetapi hal tersebut masih harus juga digunakan untuk hal-hal yang tepat. Pendanaan BOS (Biaya Operasional Sekolah) yang sedang diterapkan saat ini memang cukup membantu, akan tetapi perlu dicermati pula mengenai distribusi serta sasaran dari pendanaan tersebut. Di wilayah-wilayah tertentu seorang siswa (dari kalangan mana saja baik kaya maupun miskin) dapat terbebas dari uang SPP dari SD Negeri hingga SMA Negeri, namun di wilayah-wilayah lain hal tersebut masih belum dapat terlaksana.

Bila masalah biaya kemudian disepelekan, maka bisa kita lihat bahwa negara-negara dengan peringkat pendidikan papan atas, seperti Finlandia sebenarnya memiliki alokasi anggaran pendidikan yang relatif tinggi. Merendahkan masalah ini dapat diartikan sebagai bentuk persetujuan terhadap fenomena guru yang merangkap tukang ojek di Indonesia. Masalah pendanaan pendidikan juga akan berimbas langsung terhadap ketersediaan sarana dan prasarana pendidikan. Salah satu daya tarik pendidikan Jerman adalah tersedianya semua sarana yang dibutuhkan untuk melatihkan keterampilan, praktek pendidikan, dan pendukung keilmuan.

Permasalahan Metode dalam Sistem Pendidikan Nasional. Metode “Spoon Feeding” yang diterapkan mulai dari TK hingga SMA atau bahkan Perguruan Tinggi masih menjadi andalan di Indonesia, dimana guru yang bertindak aktif menyuapi ilmu kepada siswa yang hanya bertindak pasif. Presiden SBY saat temu nasional 2009 di Jakarta pada tanggal 29 Oktober 2009 pun pernah mengkritisi hal ini,“”Saya ingatkan Mendiknas, coba sejak TK, SD, SMP, SMA itu metodologinya jangan guru aktif siswa pasif, dan hanya sekedar mengejar ujian, rapor. Kalau itu yang dipilih, maka anak-anak bersekolah tidak berkembang kreativitasnya, inovasi dan jiwa wirausahanya”.
Lebih lanjut disampaikan bahwa jiwa wirausaha atau entrepreneurship merupakan hal yang sangat penting dan harus dipupuk sejak kecil, sehingga pendidikan nasional tidak hanya melahirkan para pencari kerja tetapi pencipta lapangan kerja. Bila kita cermati sistem pendidikan Jerman biasa kita lihat bahwa sistem menyediakan pilihan yang komperhensif bagi siswa, apakah mau menjadi ilmuwan atau menjadi seorang yang siap kerja dengan keahlian khusus setelah melalui pendidikan. Semua siswa melalui tes penentuan minat bakat terlebih dahulu sebelum kemudian memilih jalur sekolah yang akan diambil. Hasil tes menjadi bahan pertimbangan bagi siswa dan orang tuanya untuk menentukan pilihan.

- Pengajaran Nilai Sikap dan Bukan Pengejaran Nilai Raport. Pendidikan nilai di Indonesia memang memiliki alokasi yang minim. Sebagai contoh, selama 4 tahun kuliah di pendidikan tinggi di Indonesia, pembelajaran nilai umumnya hanya selama 2 sks dalam satu semester. Menurut beberapa pengamat pendidikan, sistem pendidikan di Indonesia masih membuat pengdikotomian terhadap pendidikan nilai dan pendidikan sekuler. Pendidikan nilai umum diajarkan di pesantren misalnya, dan tidak terintegrasi dengan pendidikan di lembaga non-keagamaan. Di lembaga pendidikan formal non-keagamaan pun, penanaman sikap dinilai kurang. Siswa dan guru lebih terfokus pada nilai raport dan UN, sehingga nilai menjadi segala-galanya di Indonesia.

- Manajemen Pendidikan. Wewenang untuk mengambil kebijakan prinsipil dalam bidang pendidikan di Indonesia masih dipegang oleh pemerintahan pusat. Artinya, pemerintahan daerah belum berani mengambil otoritas untuk menentukan masa pendidikan dasar atau corak seragam di sekolah formal. Dengan demikian standarisasi pendidikan di manapun di Indonesia seyogyanya adalah sama. Di Jakarta atau di Manokwari, semestinya standar pendidikan untuk tingkat sekolah dasar sama, Namun perlu dipertimbangkan bahwa akses pada dunia pendidikan di wilayahwilayah Indonesia adalah tidak sama.

Sebagai contoh bagaimana konsep manajemen pendidikan di jerman, I Made Wiryana dalam sebuah milis tentang pendidikan di Jerman. Dia menuliskan bahwa konsep pendidikan di Jerman adalah cenderung pemerataan hak mendapatkan pendidikan. Ini berlaku untuk orang asing atau orang Jerman yang tinggal di Jerman. Artinya secara konsep yang diutamakan adalah pemerataan pendidikan daripada pencapaian puncak-puncak hasil pendidikan. Dia memberikan contoh bahwa ketika hasil PISA rendah, seluruh Jerman panik. Akan tetapi, ketika ada anak-anak Jerman yang dapat penghargaan, orang menganggap hal itu biasa saja. Hal ini terbalik dengan Indonesia yang sangat bangga terhadap prestasi anak bangsa yang mengharumkan nama Indonesia di dunia. Contoh lain adalah jika karier anda sebagai orang lembaga pendidikan ingin maju di Jerman, anda harus pindah ke kampus-kampus kecil (di kota kecil). Beliau menjelaskan bahwa prinsip ini membuat pemerataan kualitas pendidikan terjadi secara alami. Dan lagi-lagi, ini berbeda dengan Indonesia.

Salah satu upaya yang bisa dijadikan starting point bagi upaya perbaikan dan pengembangan sistem pendidikan Indonesia adalah dengan mengetahui kelemahan dan kelebihannya. Hal ini bisa dilakukan dengan melakukan kaji banding dengan sistem negara lain yang lebih baik, sehingga bisa menjadi gambaran bagi kita, bagaimana kita bisa memperkuat yang menjadi kelebihan sistem pendidikan indonesia dan memperbaiki kekurangan yang ada. Melalui peningkatan kualitas sistem pendidikan Indoneisa, kelak Indonesia akan menjadi bangsa yang maju dan berada di barisan terdepan dalam usaha mewujudkan dunia yang lebih baik lagi. Laporan diatas juga menekankan pentingnya guru berkualitas tinggi dan perlunya mencari cara untuk merekrut staf terbaik. Hal ini meliputi status dan rasa hormat serta besaran gaji yang pantas.

Komentar

  1. semoga Indonesia jdi lebih baik dalam hal apapun..

    BalasHapus
  2. Indonesia pasti akan jadi lebih baik.

    BalasHapus
  3. 'aamiin..insya Allah..semoga..mari mengkritik dan memperbaiki

    BalasHapus
  4. majulah pendidikan Indonesia

    BalasHapus
  5. majulah pendidikan Indonesia

    BalasHapus
  6. Tolong dengarkan suara hati para pelajar indonesia yang semakin tersiksa akan sistem pendidikan :'v

    BalasHapus
  7. trima kasih semua, karena berkenan mampir dan membaca tulisan di blog ini :)

    BalasHapus
  8. Pendidikan sebagai upaya pembebasan dari ketertindasan. Dan melepaskan manusia dari konsep Penindas-Terindas, bukan sekedar membalikkan keadaan.

    So, kami sedang mengadakan project yang related dengan pendidikan, silahkan bisa di cek di,

    http://jawatarekta.blogspot.sg/2017/07/tentang-perpus-jalanan-dan-donasi-buku.html

    Terima kasih,

    Langit Tjerah

    BalasHapus

Posting Komentar

Silahkan tinggalkan komentar

Postingan populer dari blog ini

Keluarga Elhabashy

Tahu kan ya dia siapa Maryam, Hamzah, dan Mundzir Elhabashy?. Ada yang nggak kenal?. Wah harus kenalan sama dia. Sebenarnya bukan lebay atau gimana gitu. Cuma bener terkagum-kagum mengikuti perkembangan keluarga ini. Seperti pada tulisan sebelumnya bagaimana sosok Hamzah membuat saya terharu dan terkagum-kagum sampai saya kepo mau tahu nih anak dari mana, dan bagaimana bisa menjadi hafidz di negeri minoritas muslim dan juga terkenal dengan negeri yang anti islam. Bisa dibayangkan bagaimana menjadi muslim di negeri minoritas apalagi dengan suguhan kebebasan. Bagaimana tumbuh sosok remaja yang didik menjadi generasi Qur'ani. Keterkaguman saya semakin bertambah setelah tahu kakaknya ternyata juga seorang hafidzah (Maryam Elhabashy) dan adiknya (Munthir Elhabshy) pun bercita-cita sama dengan kakak-kakaknya. Aih... betapa bangganya orang tua mereka. Keterkaguman saya semakin lengkap dengan melihat bagaimana ayah mereka begitu perhatian dan telaten selalu ada untuk anak-anaknya. Aya

Hamzah Elhabashy

Who is He?. Mungkin masih banyak yang belum mengenalnya, bahkan mengetahui namanya. karena pada dasarnya memang dia bukanlah seorang aktor atau semacamnya yang membuat dia terkenal. Namun, sejak kemunculannya di depan khalayak pada kompetisi Dubai International Holy Quran Award (DIHQA) 2015, akhirnya sosoknya menyita banyak perhatian. betapa tidak, sosoknya memang akan mudah menarik perhatian, gaya yang mungkin tidak seperti ala seorang hafidz, rambut panjang, lebih pakai setelan jas padahal yang lain kebanyakan pakai jubah plus kopiah atau sorban, wajah imut, manis, dan cakep (hayo, siapa yang nolak kalau dia cakep? hehehehe....). Apalagi..? Karena dia berasal dari negara USA, Amerika Serikat. Bukankah Amerika serikat sudah lazim dianggap sebagai negara yang selalu anti islam, sepakat menyebut islam sebagai teroris, dan negara yang selalu saja rasis dengan islam. Disana, islam adalah agama minoritas, agama yang hanya dianut oleh segelintir orang saja. Dengan kebudayaan yang ala bar

Adab Bertamu

Momen lebaran adalah adalah waktu yang sudah menjadi tradisi untuk dijadikan ajang silaturrahim baik ke keluarga, kerbat, teman, ataupun kenalan. Bukan hanya sekedar datang bertamu, tetapi motivasi dasarnya adalah melekatkan kembali silaturrahim yang mungkin sebelumnya lama tidak terhubung, renggang, ataupun retak. Atau singkatnya disebut sebagai ajang maaf memaafkan. Meski sebenarnya meminta maaf dan memaafkan tidak harus menunggu lebaran. Acapkali berbuat salah selayaknya harus meminta maaf.  Dengan adanya moment silaturrahim tersebut, lalulintas pengunjung dari dan ke rumah seseorang akan meningkat. Maka tiap keluarga mesti bersiap menerima tamu yang tidak seperti biasanya. Hanya saja, masih ada tamu yang datang tidak menunjukkan etika yang baik saat bertamu. Bukannya membuat simpatik nyatanya membuat toxic. Kayaknya kita masih perlu belajar adab bertamu. Berikut beberapa hal yang perlu dihindari saat bertamu ataupun bersilaturrahim: 1. Tim penanya. Selalu bertanya status. "Kap